F

Seribu Buih di Lautan Karang Bolong

Posted by Unknown Monday, January 7, 2013 0 comments

Sang pencipta tak pernah lelah membuat ombak berdebur kencang. Laksana sebarisan kuda putih dan cokelat berpacu dalam medan perang. Di atas tanah kering dan gersang yang membuat debu-debu beterbangan. Sang panglima gagah berani membawa bendera kemenangan siap menghunus pedang ke perut-perut para pemberontak alam. Buih-buih masih pula menari-nari bersama terpaan ombak. Ombak datang dan pergi saling terjang menerjang membuat gelombang yang lebih tinggi. Tak hanya pantai menjadi tempat singgah air asin itu. Batu-batu karang hitam pun dengan rela diterpanya. Tak tahu, berapa lama karang itu bertahan, sampai abrasi menghabiskannya.

Pantai KarangBolong, Kebumen
Pantai KarangBolong, Kebumen


Semburat kemuning matahari, menyoroti sebagian pantai pesisir selatan di sore hari. Awan gelap mulai berdatangan, tanda hujan akan turun mengguyur pantai selatan yang kini begitu kotor. Kotor lantaran hujan semalam mengguyur tanah-tanah di hulu sana. Kayu-kayu, cengkir, bambu, bahkan tas rongsok dan sendal yang kehilangan pasangannya pun menjadi hiasan di pantai. Bersyukur, banyak penduduk desa yang masih memanfaatkan kayu-kayu dan sebagian bambu dan kelapa yang hanyut untuk dijadikan kayu bakar. Ini membuat, sedikit sampah di laut terlihat berkurang.

Berbagai macam karakter orang berkumpul sore itu. Seorang anak laki-laki kecil telanjang yang semakin memperlihatkan tubuhnya yang kurus dan hitam berlari-lari di atas muara sungai yang sedang surut sembari memanggil ibunya. Seorang bapak berkaos merah setengah baya bersorak lantaran menemukan kayu agak besar di lautan. Ibu-ibu berkerudung kecil yang memunguti bambu-bambu kecil berjinjit-jinjit di tepian sungai menghindari ombak. Tak kalah ibu-ibu tua yang membawa parang bersemangat menarik  bambu yang panjang dari tepi lautan.

Angin masih begitu kencang sore itu, ku lihat deburan ombak semakin kencang menghatam karang. Para pemancing di atas karang segera berdiri menghindari cipratan ombak yang begitu hebat.

Aku, masih termenung duduk di bawah batu besar di tepi tebing yang tinggi. Melihat ke sana kemari, dan memikirkan, begitu indahnya alam ini. Setiap hal punya kisah masing-masing. Seperti tas rongsok berwarna merah itu, pasti punya cerita. mungkin dia dibeli di sebuah toko kelontong dan digunakan untuk berbelanja. Hingga akhirnya satu persatu bagian tubuhnya jebol dan pemiliknya membuangnya bersama kumpulan sampah rumah yang kemudian dibuang ke sungai. Akhirnya, kini ia sampai di lautan. Ikut tergulung ombak ke sana kemari dan dilihat oleh begitu banyak manusia yang tak peduli dengannya.

  Masih menggila menikmati sekumpulan burung walet yang berterbangan. Mengamati gerakan sayapnya yang indah. Lincah dalam terbang. Menikung ke atas, kemudian tiba-tiba meluncur ke bawah bermain di atas air dan kembali mengepakan sayapnya. Berputar-putar di depan pasangannya sembari berkicau bahagia karena hari ini ia sudah kenyang.

Menggila dengan ketermenungan dengan beribu-ribu pikiran bermunculan. Mungkin, ponakanku heran melihat ammahnya yang termenung kaku di bawah tebing. Tapi mereka tak peduli saat ombang kembali menepi dan kemudian bermain lagi.

Hari semakin sore, serombongan keluarga datang, ikut menikmati alam sore itu. Anak-anak muda dari rombongan mulai bergaya untuk diambil fotonya. Menyisirkan rambutnya ke belakang dan menyuruh temannya sang pemotret dengan aba-aba dari tangannya. Serombongan satu lagi datang. Bersamanya seorang gadis belia menggunakan calana leging ketat berwarna kulit, membuat mataku menyipit dan gigiku meringis. Malu melihatnya. Membayangkan, apa yang akan dibayangkan oleh dua anak laki-laki yang menaiki karang tadi. Menelanjangi?? atau.. ah, sudah lah. Apa yang akan dipikirkan manusia sudah jelas. Tidak perlu dibahas lebih panjang. Risih dengan pemandangan itu. Aku pun pergi menghampiri kakakku yang sedang membeli rempeyek udang. Tertarik dengan warna makanan itu dan penasaran dengan rasanya. Disusul dengan ponakan-ponakanku yang basah kuyup sehabis bermain air pantai dan air tebing.

Sebelum pulang, aku masih memandangi sekitar pantai itu, ku lihat patung-patung pria-pria kecil yang memperagakan proses pengambilan sarang burung dalam goa di atas lautan. Lamunanku terbangun oleh suara motor belalang, mirip di film kamenrider. Tontonan waktu kecil, yang terpaksa ku tonton di hari minggu, karena tidak ada kartun yang menarik saat itu. Mataku pun mencari sumber suara itu, terlihat sepasang gadis pesisir dengan celana pensil dan kaos oblong berboncengan menggunakannya. Melihat mereka yang sedang tersenyum lebar terlihat sangat bahagia seperti menyapa setiap orang di depannya, pikiranku pun terbang. Perempuan macam apa ini? tasyabbuh birrijal. Ironis, kataku.

Setelah tawar menawar dengan ibu penjual dan membayarnya. Kami pun segera menuju mobil box yang menunggu kami, dan pergi pulang. Aku tersenyum di balik kain warna biru ku. Bersyukur hari ini aku bisa pergi ke pantai setelah sekian tahun tidak menikmatinya.

Alhamdulillaah...
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Seribu Buih di Lautan Karang Bolong
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://f4nt4st1c-w0rld.blogspot.com/2013/01/seribu-buih-di-lautan-karang-bolong.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Copyright of Fantastic World.